BATAM, BC - Kebijakan pembatasan pembelian BBM bersubsidi tidak lama lagi akan diterapkan di Batam. Masyarakat tidak lagi bebas menikmati BBM baik solar maupun premium dengan harga subsidi dengan leluasa, melainkan akan dijatah dalam jumlah tertentu. Pembatasan BBM bersubdisi itu berlaku untuk semua jenis kendaraan baik milik pribadi maupun angkutan umum mulai kendaraan roda dua, roda tiga, roda empat, atau lebih.
Pemerintah pusat melalui Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas), kemarin, Kamis (10/4) mulai melakukan sosialisasi kepada Pemko Batam dan para pemilik SPBU (station pengisihan bahan bakar umum) yang ada di Batam.
Sosialisasi bertempat di ruang rapat lantai 5 Gedung Pemko Batam. Sosialisasi dipimpin langsung Kepala PHB Migas Tubagus Haryono yang didampingi beberapa stafnya. Pertemuan tersebut dimoderatori langsung Wakil Wali Kota Batam Ria Saptarika. Pemilik SPBU yang hadir sekitar 20 orang dan tergabung dalam Hiswana Migas Batam, ditambah beberapa kepala dinas Pemko Batam, diantaranya Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Ahmad Hijazi dan Asisten II Bidang Ekonomi Pembangunan Syamsul Bahrum.
Sosialisasi berlangsung tertutup untuk wartawan. Seusai pertemuan, Tubagus Haryono yang didampingi Ria Saptarika kepada sejumlah wartawan, menjelaskan, sosialisasi tersebut masih sosialisasi tahap awal yang sifatnya menjaring aspirasi, pendapat, dan tanggapan dari pemerintah daerah dan pemilik SPBU.
"Pertemuan ini sebenarnya awalnya direncanakan tidak resmi antara BPH Migas dengan Pemko saja. Tapi ternyata yang hadir banyak dari pemilik SPBU Batam. Ini belum sosialisasi kebijakan, karena masih menjaring respon pemerintah daerah kalau kebijakan ini benar-benar diterapkan,"kata Tubagus.
Dikatakan, pemberlakukan smart card baru akan dilakukan kalau sudah ada payung hukum yang jelas yang bentuknya bisa intruksi presiden atau keputusan menteri. Namun sampai sekarang payung hukum tersebut belum dibuah, karena masih tahap sosialisasi rencana kebijakan.
Meskipun demikian, dalam pertemuan tersebut BPH Migas telah memaparkan teknis menyangkut smart card. Kartu itu merupakan bentuk kartu kendali penggunaan BBM bersubsidi. Nantinya setiap pemilik kendaraan akan dijatah dalam jumlah tertentu setiap hari.
"Misalnya untuk mobil jatah premiumnya hanya lima liter yang bisa dibeli dengan harga subsidi per hari. Kalau dia mau beli 10 liter, berarti lima liter lagi dibelinya dengan harga normal alias bukan harga subsidi,"terang Tubagus.
Secara teknis, smart card bisa didapat pemilik kendaraan di setiap SPBU atau tempat lain yang nantinya ditetapkan secara gratis. Sebelum diberikan smart card, pemilik kendaraan akan didata seperti nomor polisi dan wilayahnya, kategori kendaraan, jenis bahan bakar, volume kuota BBM yang bisa didapatkan dalam periode waktu tertentu (hari, minggu, atau bulan).
Setelah kartunya jadi, untuk mobil akan ditempelkan di badan kendaraan, sementara untuk motor bisa dipegang si pemilik. Kartu itu merupakan kartu elektronik yang sudah memuat teknologi komputerisasi. Jadi, setiap kali pemilik kendaraan ingin mengisi BBM, kartu akan discaning sehingga terbacalah identitas kendaraannya dan sisa jatah BBM bersubsidi yang dimiliki.
"Jadi walaupun seseorang mengisi BBM di SPBU berbeda-beda, tetapi akan ketahuan berapa jatah BBM bersubsidinya,"tegas Tubagus. Pembacaan smart cart nantinya akan terhubung di pusat data yang ada di BPH Migas dan link dengan sistem yang ada di seluruh SPBU. Data juga terhubung dengan sistem di Departemen Keuangan, kementrian ESDM (energi dan sumber daya mineral), bank persepsi, dan Pertamina.
Setiap kali ada transaksi, maka akan terekap data baik identitas SPBU seperti nomor SPBU, ID reader, ID operator, dan identitas si pembeli seperti nomor polisi kendaraan, jenis BBM, kategori kendaraan, jam dan tanggal transaksi, serta volume transaksi.
Untuk penerapan smart card, tentunya memerlukan persiapan teknologi yang harus dipasangkan di setiap SPBU. Namun, sampai sekarang menurut Tubagus, teknologi tersebut baru dipersiapkan. Berapakah biaya yang akan dikeluarkan untuk mengaplikasikan teknologi itu? Tubagus enggan menjawabnya."Kita lagi nunggu persetujuan dananya dari Menteri Keuangan. Berapanya, belum tahu,"aku Tubagus.
Kebijakan ini dilatarbelakangi keinginan pemerintah pusat untuk menekan pengeluaran APBN, akibat naiknya harga minyak mentah dunia yang sudah mencapai 100 dolar AS per barel. Kenaikan itu tentu saja meningkatkan beban subsidi BBM pada APBN.
Perkiraan kebutuhan BBM bersubsidi 2008 ini sebesar 41.596 juta KL (kilo liter) sedangkan kuota yang ditetapkan pemerintah sebesar 35,836 juta KL (asumsi APBN 2008).
Untuk mengurangi beban subsidi tersebut, terang Tubagus, diperlukan pengendalian kuota sebesar 35,836 KL yang salah satunya dengan memberlakukan smart card atau dinamai pengaturan distribusi sistem tertutup.
Minta Dibentuk Tim Kecil
Mendengar sosialisasi dari BPH Migas, Pemko Batam tidak langsung menyetujui rencana kebijakan smart card. Pemko Batam meminta agar kebijakan tersebut dikaji lagi dengan membentuk sebuah tim kecil yang beranggotakan, Pemko Batam, Hiswana Migas, Kepolisian, dan Pertamina.
Ria Saptarika mengungkapkan, tim tersebut nantinya bertugas mengkaji dan membahas dampak positif dan negatif bila diberlakukan smart card. "Jika nantinya tidak berdampak negatif, smart card bisa diberlakukan. Tapi kalau ternyata tidak sesuai, smart card bisa tidak diterapkan,"tegas Ria.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar