Angket Century = Kemenangan Golkar
Judul diatas memang terkesan berlebihan. Namun secara jujur menunjukkan rasa salut dan kagum saya kepada partai berlambang pohon beringin itu. Kemampuan lobi lewat kadernya yang memiliki jam terbang tinggi di DPR membuat partai ini mampu menarik partai lain berbalik mendukungnya.
Sedikit me-review. Sepanjang era reformasi ini Golkar mengambil peran besar atas lulus tidaknya hak angket. Maaf, sama sekali tidak mengecilkan kehadiran partai lain semisal PPP, PKS dan PAN. Namun, beberapa tawaran yang diberikan Golkar mampu menggagalkan hak angket atau minimal menggeser hak angket menjadi hak interpelasi.
Pada pemerintahan periode pertama SBY, setidaknya ada lima hak angket yang diajukan oleh DPR dengan motor penggerak utamanya PDI-P. Dari jelajah saya di situs DPR-RI, saya berhasil menemukan beberapa hak angket yang pernah diajukan DPR. Di antaranya adalah angket kenaikan harga BBM dan angket impor beras. Hak angket ini diajukan pada tahun 2006. Selanjutnya hak angket penyelenggaraan ibadah haji (2008) dan hak angket daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu (2009).
Dari kelima hak angket tersebut, Golkar mengambil peran besar menggembosi angket tersebut sehingga layu sebelum berkembang. Masih segar dalam ingatan kita bagaimana, Jusuf Kalla yang saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden dan Aburizal Bakrie sering terlihat hadir dalam setiap rapat pematangan strategi partai dan lobi-lobi antar fraksi (Peran yang saat ini coba diemban oleh Hatta Radjasa). Kebijakan dua dedengkot Golkar tersebut mampu diterjemahkan dengan baik oleh ketua Fraksi Golkar saat itu Priyo Budi Santoso yang aktif melobi partai lain dengan memberikan usulan ”jalan tengah” kepada fraksi-fraksi oposisi.
Dan terbukti, seluruh hak angket tersebut hanya mengeluarkan rekomendasi yang bersifat normatif. DPR memang masih terus berusaha menuntaskan beberapa hak angket yang mandek seperti angket penyelenggaraan haji, hak angket DPT serta kenaikan harga BBM. Tapi hampir bisa dipastikan, hak angket tersebut terlanjur basi untuk dibahas kembali.
Satu lagi bukti kehebatan partai Golkar adalah ketika DPR berencana mengusut dugaan aliran dana BLBI. Saat itu, Golkar lewat fraksinya mati-matian menentang wacana meng-angketkan masalah tersebut dan mengalihkannya menjadi hak interpelasi yang notabene setingkat di bawah hak angket.
Khusus untuk hak interpelasi tentang busung lapar (2006), Golkar bahkan memasang badan membela SBY. Saat itu, Aburizal Bakrie diutus oleh SBY berbicara di DPR menjawab tuntas pertanyaan dari anggota parlemen.
Sayangnya, kenyataan ini tidak disadari oleh Presiden SBY. Entah karena terlalu percaya diri dengan kemenangan Demokrat di pemilu lalu, lobi yang dilancarkan SBY kepada Golkar terlalu lemah sejak awal angket Century dihembuskan. Saya menduga SBY merasa nyaman dengan dukungan Demokrat yang menguasai mayoritas parlemen. Selain itu, keberhasilan SBY mendudukkan ”kader-kadernya” sebagai ketua di partai koalisi membuat kepercayaan diri SBY semakin berlipat.
Maka dari itu, pantaslah SBY terkesan tidak terlalu meladeni keinginan Golkar dan hanya memberikan gerakan yang sempit kepada Golkar berbicara. Akibatnya, posisi ketua Pansus yang diberikan oleh SBY kepada Golkar dijadikan pintu masuk menyerang balik SBY. Sebagai pemenang kedua, idealnya, SBY memberikan porsi lebih besar kepada Golkar untuk bicara. Selain itu. Demokrat harus meningkatkan lobi terhadap fraksi oposisi seperti Hanura dan Gerindra sedini mungkin jika berat menjinakkan PDI-P.
Di satu sisi, anggota DPR dari partai Demokrat yang kebanyakan datang dari kalangan artis dan olahragawan terkesan hanya bergerak jika mendapat perintah SBY. Kondisi ini diperparah oleh manuver kader Demokrat yang terlihat”ngambekan” dan kerap melontarkan ancaman ”Reshuflle” kepada Golkar. Hal inilah membuat hubungan antara kedua partai tersebut semakin merenggang.
Padahal, isu ”Reshuflle”merupakan hal yang sangat sepele bagi Golkar. Saya yakin Golkar memiliki hitung-hitungan yang matang jika akhirnya terpaksa bermain diluar lingkaran pemerintahan Mengapa? Golkar akan dengan mudah bergabung dengan PDI-P and the gank menggerogoti pemerintahan SBY. Selain itu, jika bermain diluar lingkaran pemerintahan, Golkar akan lebih leluasa melontarkan kritikan keras dengan tujuan kemenangan di 2014 nanti.
Berangkat dari kenyataan itulah, maka saya berani bertaruh, SBY tidak akan berani mendepak Golkar dan merubah komposisi kabinetnya meskipun Demokrat terus berteriak agar SBY mengusir Golkar dari koalisi. Minimal untuk setahun kedepan Golkar aman di Kabinet.
Bagaimanapun juga, SBY masih membutuhkan Golkar dan seluruh anggota koalisi sebagai benteng terakhir agar proses hukum Century tidak kebablasan. Jika kebablasan, kursi RI-1 hampir dipastikan bablas juga dari tangan SBY. Well,, kita lihat saja perkembangan kedepan.
Sedikit me-review. Sepanjang era reformasi ini Golkar mengambil peran besar atas lulus tidaknya hak angket. Maaf, sama sekali tidak mengecilkan kehadiran partai lain semisal PPP, PKS dan PAN. Namun, beberapa tawaran yang diberikan Golkar mampu menggagalkan hak angket atau minimal menggeser hak angket menjadi hak interpelasi.
Pada pemerintahan periode pertama SBY, setidaknya ada lima hak angket yang diajukan oleh DPR dengan motor penggerak utamanya PDI-P. Dari jelajah saya di situs DPR-RI, saya berhasil menemukan beberapa hak angket yang pernah diajukan DPR. Di antaranya adalah angket kenaikan harga BBM dan angket impor beras. Hak angket ini diajukan pada tahun 2006. Selanjutnya hak angket penyelenggaraan ibadah haji (2008) dan hak angket daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu (2009).
Dari kelima hak angket tersebut, Golkar mengambil peran besar menggembosi angket tersebut sehingga layu sebelum berkembang. Masih segar dalam ingatan kita bagaimana, Jusuf Kalla yang saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden dan Aburizal Bakrie sering terlihat hadir dalam setiap rapat pematangan strategi partai dan lobi-lobi antar fraksi (Peran yang saat ini coba diemban oleh Hatta Radjasa). Kebijakan dua dedengkot Golkar tersebut mampu diterjemahkan dengan baik oleh ketua Fraksi Golkar saat itu Priyo Budi Santoso yang aktif melobi partai lain dengan memberikan usulan ”jalan tengah” kepada fraksi-fraksi oposisi.
Dan terbukti, seluruh hak angket tersebut hanya mengeluarkan rekomendasi yang bersifat normatif. DPR memang masih terus berusaha menuntaskan beberapa hak angket yang mandek seperti angket penyelenggaraan haji, hak angket DPT serta kenaikan harga BBM. Tapi hampir bisa dipastikan, hak angket tersebut terlanjur basi untuk dibahas kembali.
Satu lagi bukti kehebatan partai Golkar adalah ketika DPR berencana mengusut dugaan aliran dana BLBI. Saat itu, Golkar lewat fraksinya mati-matian menentang wacana meng-angketkan masalah tersebut dan mengalihkannya menjadi hak interpelasi yang notabene setingkat di bawah hak angket.
Khusus untuk hak interpelasi tentang busung lapar (2006), Golkar bahkan memasang badan membela SBY. Saat itu, Aburizal Bakrie diutus oleh SBY berbicara di DPR menjawab tuntas pertanyaan dari anggota parlemen.
Sayangnya, kenyataan ini tidak disadari oleh Presiden SBY. Entah karena terlalu percaya diri dengan kemenangan Demokrat di pemilu lalu, lobi yang dilancarkan SBY kepada Golkar terlalu lemah sejak awal angket Century dihembuskan. Saya menduga SBY merasa nyaman dengan dukungan Demokrat yang menguasai mayoritas parlemen. Selain itu, keberhasilan SBY mendudukkan ”kader-kadernya” sebagai ketua di partai koalisi membuat kepercayaan diri SBY semakin berlipat.
Maka dari itu, pantaslah SBY terkesan tidak terlalu meladeni keinginan Golkar dan hanya memberikan gerakan yang sempit kepada Golkar berbicara. Akibatnya, posisi ketua Pansus yang diberikan oleh SBY kepada Golkar dijadikan pintu masuk menyerang balik SBY. Sebagai pemenang kedua, idealnya, SBY memberikan porsi lebih besar kepada Golkar untuk bicara. Selain itu. Demokrat harus meningkatkan lobi terhadap fraksi oposisi seperti Hanura dan Gerindra sedini mungkin jika berat menjinakkan PDI-P.
Di satu sisi, anggota DPR dari partai Demokrat yang kebanyakan datang dari kalangan artis dan olahragawan terkesan hanya bergerak jika mendapat perintah SBY. Kondisi ini diperparah oleh manuver kader Demokrat yang terlihat”ngambekan” dan kerap melontarkan ancaman ”Reshuflle” kepada Golkar. Hal inilah membuat hubungan antara kedua partai tersebut semakin merenggang.
Padahal, isu ”Reshuflle”merupakan hal yang sangat sepele bagi Golkar. Saya yakin Golkar memiliki hitung-hitungan yang matang jika akhirnya terpaksa bermain diluar lingkaran pemerintahan Mengapa? Golkar akan dengan mudah bergabung dengan PDI-P and the gank menggerogoti pemerintahan SBY. Selain itu, jika bermain diluar lingkaran pemerintahan, Golkar akan lebih leluasa melontarkan kritikan keras dengan tujuan kemenangan di 2014 nanti.
Berangkat dari kenyataan itulah, maka saya berani bertaruh, SBY tidak akan berani mendepak Golkar dan merubah komposisi kabinetnya meskipun Demokrat terus berteriak agar SBY mengusir Golkar dari koalisi. Minimal untuk setahun kedepan Golkar aman di Kabinet.
Bagaimanapun juga, SBY masih membutuhkan Golkar dan seluruh anggota koalisi sebagai benteng terakhir agar proses hukum Century tidak kebablasan. Jika kebablasan, kursi RI-1 hampir dipastikan bablas juga dari tangan SBY. Well,, kita lihat saja perkembangan kedepan.
Langganan:
Postingan (Atom)